Rabu, 24 November 2010
SRI MADHVA DAN VAISHNAVISME
Dalam konsep ketuhanan Vedanta kita mengenal adanya dua kutub utama yang saling berlawanan, yaitu kutub monisme dan kutub pluralisme. Kutub monisme menempatkan kemanunggalan antara Tuhan dengan makhluk hidup dan alam, sedangkan kutub pluralisme mempertahankan perbedaan antara Tuhan dengan makhluk hidup dan alam. Semua pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep yang dikembangkan dan diajarkan oleh para Vedanta Acharya, terentang di antara kedua kutub ini.
Vishnuswami, yang kemudian dilanjutkan oleh Vallabhacharya, mengajarkan pemikiran suddha-advaita, monisme murni. Segala sesuatu adalah Brahman, namun dalam tingkat ekspresi-Nya yang berbeda-beda. Adi Sankara mengajarkan kevala-advaita, monisme eksklusif. Kenyataan sebenarnya adalah Brahman. Hanya Brahman yang nyata, semua yang lainnya hanyalah ilusi palsu. Advaita dari Vishnuswami dan Vallabha menerima kenyataan adanya tiga substansi (vastu) yang berbeda yaitu Isvara (Tuhan), jiva (makhluk hidup), dan jada (alam), namun menjelaskannya sebagai manifestasi dari satu Kebenaran Mutlak yang tertinggi. Tetapi Advaita Sankara menolak ketiga substansi ini sebagai hal yang nyata, karena menurutnya hanyalah Brahman yang nyata. Keberadaan ketiga substansi ini merupakan pengaruh maya (khayalan duniawi), sehingga Sankara mengunakan maya sebagai penjelasan atas keadaan ini. Oleh karena itu monisme Sankara disebut sebagai Mayavada (paham berdasar khayalan).
Lalu muncul nama Ramanujacharya yang mengajarkan visistha-advaita (monisme beratribut). Beliau juga menerima bahwa ketiga substansi utama adalah kekal dan nyata adanya. Jiva dan jada merupakan atribut dari Brahman yang tunggal, mereka adalah manifestasi energi dan kemuliaan dari Brahman. Berikutnya kita mengenal dvaita-advaita (pluralisme monistik) dari Nimbarkacharya yang menerima perbedaan dan kemanunggalan antara ketiga substansi utama itu sebagai keadaan yang sebenarnya. Mereka berbeda, tetapi juga sama. Semua Acharya ini tampaknya merumuskan pemikiran dan pemahamannya dengan tetap melibatkan konsep advaita (kemanunggalan) atau abhedatva (ketiadaberbedaan).
Tetapi ada satu Acharya lagi yang mengambil posisi secara tegas menolak kemungkinan menunggalnya Tuhan dengan para makhluk hidup dan alam. Beliau adalah Srimad Madhvacharya atau Sri Ananda Tirtha. Isvara atau Brahman, jiva, dan jada adalah berbeda. Tidak pernah sekalipun ketiganya menjadi satu, mereka adalah substansi-substansi yang berbeda dan terpisah, dvaita. Sri Madhva dengan tegas mengatakan bahwa ketiganya adalah nyata dan benar (tattva), serta berbeda (bheda). Pahamnya yang berdasar atas kenyataan yang bersifat plural ini dikenal sebagai Tattvavada.
Sri Madhva merupakan Acharya yang menurun dalam garis silsilah rohani Brahma atau Brahma Sampradaya. Sebagai guru kerohanian utama dalam garis ini, maka kemudian dikenallah namanya menjadi Brahma-Madhva-Sampradaya. Selama ratusan tahun para guru dalam garis Brahma-Madhva mengembangkan pemahaman dvaita ini dan mengajarkannya ke seluruh India. Tetapi beberapa ratus tahun setelah Madhva muncul satu nama lagi yang memberikan konsep baru terhadap pluralisme dan monisme. Beliau adalah Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu dari Gauda (Bengala) yang mengajarkan acintya-bheda-abheda-tattva, persamaan dan perbedaan yang tak terpikirkan. Pemahaman yang unik ini menyatukan pandangan berbagai Acharya sebelumnya dan sebenarnya dapat mendamaikan kedua kutub yang bertentangan itu. Bheda-abheda sebelumnya sudah dikembangkan oleh Nimbarka, lalu apa perbedaannya? Hal ini tidak kita bahas di sini. Namun sisi yang menarik dari Sri Caitanya adalah keyakinan kuat para pengikut-Nya, bahwa mereka termasuk dalam garis spiritual Madhva.
Sri Madhva dan Sri Caitanya memiliki konsep ajaran yang tampak berbeda, dari namanya saja kita sudah lihat perbedaan itu. Kemudian adanya berbagai kejanggalan historis yang menjadi perdebatan para sarjana, yang meragukan kemungkinan kedua silsilah rohani yang berasal dari Sri Madhva dan Sri Caitanya saling berhubungan. Walau demikian dalam kenyataan, semua Acharya penerus Sri Caitanya berikutnya menyatakan hal ini. Para Gosvami, Kavikarnapura, Sri Baladeva Vidyabhusana, sampai Srila Bhaktivinoda Thakura, semua menyatakan bahwa Sri Caitanya melanjutkan garis silsilah rohani Madhvacharya dan tentu juga konsep yang diajarkannya, karena itu garis perguruan Sri Caitanya disebut Brahma-Madhva-Goudiya atau Madhva Bengala.
Perlu diperhatikan bahwa pengajaran Sri Caitanya dimaksudkan bukan hanya menjadi sekedar usaha rekonsiliasi dua paham yang berbeda atau sekedar menambah satu alternatif keinsafan ketuhanan yang baru, tetapi merupakan pengungkapan kebenaran secara menyeluruh tanpa menyisakan celah untuk dapat dipertentangkan lagi. Hal ini dicapai dengan satu kata kunci, yaitu acintya, tak dapat dipikirkan. Itulah kebenaran sejati, itulah tattva.
Acharya Madhva sudah mengungkapkan dan menyediakan semua karya-karya dasar yang sangat dibutuhkan oleh Sri Caitanya untuk dapat menghadirkan filsafat ketuhanan yang sempurna tanpa terganggu pemahaman yang bias. Sri Madhvacharya dan ajarannya merupakan dasar kokoh tempat dibangunnya seluruh pemahaman garis perguruan Sri Caitanya. Ada yang mengatakan setitik bheda, sekalipun tidak dipahami dengan baik, akan mengantarkan pada kesempurnaan bhakti, namun setitik abheda dapat mengantarkan ke jurang kejatuhan dan hancurnya bhakti. Seperti yang kita ketahui, Sri Madhva menolak sepenuhnya abheda. Namun di sisi lain abheda juga tidak dapat disangkal, sehingga Sri Caitanya kembali mengajarkannya dalam perguruan-Nya. Bagaimana caranya agar kebenaran ini dapat diterima dengan aman. Satu-satunya cara adalah kita memperlindungkan diri kepada Sri Madhva dan ajarannya. Bhakti adalah harta yang diberikan oleh Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu dan para Acharya kepada dunia. Harta ini harus dijaga, jangan sampai ternoda. Hanyalah Srimad Madhvacharya Bhagavatapada yang dapat melakukan ini dengan baik dan sempurna. Oleh karena itulah semua Goudiya Vaishnava yang sejati hendaknya menerima perlindungan kaki padma Sri Madhva dan para penerusnya, berdasarkan teladan yang diberikan oleh Sriman Mahaprabhu. Demikian konsep keterhubungan kedua tradisi ini sebagaimana dihayati oleh para penganutnya.
Srimad Sripadaraja Tirtha Swami adalah salah satu Acharya yang paling terkemuka dalam garis perguruan Madhva. Sumbangannya yang besar pada perkembangan dan penyebaran dvaita dan juga perannya dalam terbentuknya gerakan Sankirtana di daerah berbahasa Kannada yang kita kenal sebagai gerakan Haridasa, telah tercatat dalam sejarah.
Salah satu karya Srila Sripadaraja yang paling terkenal adalah Madhvanama. Ini merupakan sebuah puisi berbahasa Kannada yang memuliakan Mukhyaprana Vayudeva dalam tiga Inkarnasinya. Madhvanama mengikuti susunan dari Srimad Hari-vayu-stuti, disusun oleh Srila Sripadaraja bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Sanskrit atau tidak mampu melantunkan versi Sanskrit dari Vayustuti.
Sri Madhvanama karya Srimad Sripadaraja Tirtha ini merupakan kisah ringkas kehidupan Sri Madhva dalam bahasa Kannada. Sesungguhnya riwayat terperinci Sri Madhva telah ditulis oleh Narayana Panditacharya dalam bahasa Sanskrit sebagai Sri Su-madhva-vijaya. Karena sebagian orang juga tidak memiliki akses terhadap naskah Sanskrit tersebut, maka Srila Sripadaraja menyusun ringkasan berbahasa Kannada ini.
Perlu dicatat pula bahwa Srila Sripadaraja tidak saja menangkap dan menyampaikan intisari Sri Hari-vayu-stuti dan Sri Su-madhva-vijaya saja, namun juga menyertakan beberapa konsep kunci yang tidak begitu dikenal, berikut beberapa kejadian dari Srimad Ramayana dan Mahabharata. Kita juga harus ingat bahwa Srila Sripadaraja, sebagai seorang Inkarnasi Devata, merupakan aparoksha-jnani, yaitu seorang yang memiliki pengetahuan menembusi dimensi ruang dan waktu. Dia juga adalah seorang sarjana besar dan guru kerohanian dari Srila Vyasaraja yang luar biasa itu. Jadi uraiannya mengenai Sri Mukhyaprana dan tiga Inkarnasinya ini adalah jauh dari kesalahan maupun kelalaian. Seluruh uraian dalam tulisan ini adalah berdasarkan uraian yang telah sebelumnya beliau sampaikan dalam Sri Madhvanama. Kami telah menyertakan pula penjelasan lebih lanjut yang disampaikan dengan lebih terperinci dalam Sri Su-madhva-vijaya, Sri Mani Manjari, dan karya-karya langsung dari Srimadacharya Madhva sendiri seperti Mahabharata Tatparya Nirnaya, dsb.
Sri Madhva bagi para pengikutnya bukan sekedar seorang guru pembimbing biasa atau seorang besar yang mendirikan sekte tertentu. Beliau adalah seorang pribadi yang perannya begitu istimewa dalam perjalanan rohani setiap jiva. Melalui uraian ini kita akan menyaksikan gambaran Sri Madhva yang istimewa itu, kedudukan ontologisnya yang demikian penting dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, dan yang paling utama adalah perannya dalam perjalanan para jiva mencapai kesempurnaan tertinggi.
Sehubungan dengan peranan Sri Madhva dalam Goudiya Vaishnava, kita juga dihadapkan pada beberapa persoalan. Tidakkah Goudiya merupakan salah satu garis perguruan Vaishnava yang paling pesat perkembangannya di jaman modern ini. Sepertinya dengan atau tanpa Sri Madhva, tidaklah memberi pengaruh pada penyebaran dan perkembangan Goudiya. Justru dengan adanya Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada, seorang Goudiya-acharya, nama Sri Madhva baru dikenal secara luas di seluruh dunia. Walau demikian, paling tidak bagi para Goudiya, adalah sangat penting untuk diyakini, bahwa doa-doa yang mereka sampaikan melalui rangkaian garis perguruannya akan sampai kepada Tuhan Sri Krishna melalui Sri Madhva. Mengapa Sri Madhva bisa demikian penting? Dengan membaca tulisan ini, dan nantinya tentu saja Sri Su-madhva-vijaya secara lengkap, kita akan memahami kemuliaan dan keistimewaan Srimad Madhvacharya Bhagavatapada. Diharapkan pula pertanyaan di kalangan para Goudiya akan dapat terjawab, yaitu mengapa Sri Caitanya Mahaprabhu harus memilih Brahma-Madhva sebagai basis perguruan-Nya dan mengapa mereka merasakan bahwa menjadi bagian dari keluarga Madhva sangatlah penting.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
I congratulate you in informing about Madhwa sidhantha. I would like to advice you to please change the above Picture titled "Brahma - Madhva", the reason being the mirror effect.
BalasHapusSri Madhwacharya indicated his Dvaita philosophy by showing through his right Hand and not left hand.
Please consider my request.