Sabtu, 06 Agustus 2011

HANUMANTA MAHIMAM (SRI MADHVA 10)

Beliau mempersembahkan cudamani kepada Sri Rama, menggerakkan pasukan para Vanara, bersama-sama membangun jembatan melintasi samudera, membunuh banyak raksasa, dan memukuli Ravana beberapa kali. Ksatria yang kuat dan tak kenal takut ini adalah Sri Hanumanta.


ramam sureshvaramaganyagunabhiramam samprapya sarva-kapiviravarai sametah chudamanim pavanajah padayornidhaya sarvangakaih pranatimasya chakara bhaktya (MBTN 7.49) Sri Hanumanta, putra Pavana bersama dengan para ksatria bangsa kera (Vanara) menemui raja para deva, Sri Rama, yang dihiasi berbagai kemuliaan. Beliau kemudian mempersembahkan cudamani milik Sita kepada-Nya dan melakukan sastanga-namaskara dengan penuh pengabdian. Sastanga-namaskara dijelaskan dalam sastra sebagai sembah sujud dengan tubuh tertelungkup. Bagian-bagian tubuh menyentuh tanah, mata memandang ke arah pujaan, pikiran harus dipenuhi pengabdian, dan mulut melantunkan doa pujian kepada tujuan penghambaan kita itu. Inilah cara bersujud yang benar.

Sehubungan dengan hal ini Srimad Jayatirtha Tikarajacharya juga memberikan kita definisi yang menarik tentang devosi yang sejati. Sang pemuja haruslah memiliki pengetahuan akan keagungan pujaannya. Devosi itu adalah dalam bentuk aliran perasaan sayang dan keakraban yang tak terputus, melebihi perasaan sayang pada segala sesuatu yang lain. Bentuk devosi seperti ini ditunjukkan oleh Sri Hanuman.

Pada saat Rama akan membangun jembatan, Vibhisana datang menemui-Nya dan memohon perlindungan. Semua Vanara meragukannya dan menentang keberadaan Vibhisana di pasukan Rama, kecuali Hanuman. Walau demikian Sri Rama menerima pendapat Hanuman dan memberikan tempat bagi Vibhisana. Ini menunjukkan bahwa apabila seorang jiva memiliki kepantasan memasuki moksa, maka Vayu segera mengusulkannya kepada Paramatma, yang kemudian hanya memenuhi saja keinginan Vayu.

Sri Rama menunggu Varuna untuk muncul menghadap selama tiga hari. Ketika Varuna tak kunjung muncul Sri Rama dengan marah mengarahkan panah-Nya ke samudera untuk segera mengeringkannya. Pada akhirnya Varuna datang dan memohon maaf. Varuna mengijinkan pasukan kera membangun jembatan di atas samudera dan juga berjanji untuk membantu mereka. Kita tentu bertanya, mengapa deva Samudera tidak menampakkan diri selama tiga hari, walaupun dia mengetahui Rama adalah Tuhan Sendiri? Srimadacharya mengatakan bahwa ini adalah karena pengaruh para raksasa (asuravesha) yang saat itu menjadi dominan oleh kekuasaan Ravana. Asuravesha dapat mempengaruhi semua deva di bawah Sarasvati dan Bharati. Pengaruhnya dapat bertahan dalam waktu yang singkat sebelum akhirnya kembali lagi ke sifat sattvikanya yang semula. Inilah yang terjadi pada deva laut. Tetapi keadaan serupa tidak pernah terjadi pada Vayu.


Ada banyak cerita mengenai kepahlawanan Hanuman baik dalam Srimad Ramayana, Vayustuti, maupun Sri Su-madhva-vijaya. Dalam beberapa kesempatan Sri Hanumanta sempat menghajar Ravana dan memberinya pelajaran. Dua peristiwa ini secara khusus dapat kita lihat dalam Mahabharata Tatparya Nirnaya dari Srimadacharya.

Pertama adalah saat Sri Hanumanta berusaha menyelamatkan Sugriva. atho hanumanurgendra bhogasamam svabahum bhru-shamunnamayya tatada vakshasyadhipam tu, rakshasam mukhaih sa raktam pravaman papata sa labda sangah prashashamsa marutim tvaya samo nasti puman hi kashchit kah prapayedanya imam dasham mamitirito marutiraha tam punah atyalapam-etadyadupatta jivitah (MBTN 8.77-79) Sri Hanumanta menghantam dada Ravana dengan tinjunya yang sekuat tubuh Sesha. Beliau tidak ingin membunuh Ravana, karena itu merupakan hak Sri Rama, sehingga beliau tidak menggunakan tenaga penuh. Walau demikian ini sudah cukup untuk Ravana, dia memuntahkan darah dari kesepuluh mulutnya dan jatuh pingsan. Ketika sadar kembali, dia berkata, “Sungguh engkau tanpa tanding, tidak ada orang lain yang bisa menyakitiku seperti ini.” Hanuman menjawab, “Itu cuma pukulan ringan, karena itu engkau masih hidup.”

Yang kedua adalah saat Laksmana pingsan oleh serangan Ravana. prakarshatitveva nishachareshware tathaiva ramavara-jam tvaranvitah samasta jivadhipateh para tanuh samutpapatasya puro hanuman sa mushtimavrutya cha vajrakalpam jaghana tenaiva cha ravanam rusha prasarya bahunakhilairmukhairvaman saraktamush-nam vyasuvatpapata (MBTN 8.89-90). Ravana, raja para raksasa, berusaha menarik Laksmana yang tidak sadarkan diri ke Lanka. Segera saja Sri Hanumanta, perwujudan Vayu dan raja para jiva, bergegas menghadapi Ravana. Beliau menghantam Ravana dengan tinjunya yang bagaikan Vajrayudha (senjata halilintar Indra). Ravana tidak kuat menahannya sehingga dia jatuh ke tanah dan muntah darah. Hanuman kemudian pergi membawa Laksmana. Ada beberapa kejadian lain yang membuktikan bahwa Sri Hanumanta sanggup mengalahkan Ravana dan seluruh pasukannya seorang diri.