Senin, 08 Maret 2010

MURID YANG TAK TERNILAI MULIANYA


Kureshan adalah salah satu dari empat murid utama Sri Ramanuja. Tahun ini merupakan perayaan ke 1000 Thirunakshatram (hari kelahiran) Sri Kureshan yang dikenal juga dengan sebutan hormat Kurattalvan.

Kureshan berasal dari dusun Kura yang terletak di dekat kota suci Kanchipuram. Beliau termasuk dalam marga Harita dan seorang yang cukup berada, makmur, serta pemilik tanah yang hidup rukun damai bersama sanak saudara dan handai taulannya. Kebahagiaan Kureshan sebagai orang terpandang dilengkapi oleh istrinya yang masih muda dan ramah, Andalamma. Mereka sekeluarga hidup sejahtera dan bahagia. Keduanya terkenal sebagai suami istri yang amat sangat dermawan dan baik hati, serta pemuja yang saleh dari Tuhan Junjungan di Pura Utama kota suci tersebut, Sri Kanchi Varadarajan.

Semenjak awal hidupnya, Kureshan telah terkagum-kagum pada Ramanujacharya, yang pada saat itu juga sedang tinggal di Kanchi. Itu adalah masa-masa ketika secara perlahan Sri Ramanuja bertumbuh menjadi penggagas sebuah perguruan pemikiran baru. Beliau tengah menyebarkan pemikiran dan pandangannya yang baru, berbeda dengan monisme absolut Advaita yang berkembang luas di masyarakat masa itu. Sekumpulan murid-murid dan pengikut juga mulai tumbuh di sekitar Ramanuja. Kureshan tanpa membuang waktu segera menjadi murid Sri Ramanuja. Keduanya lalu menjadi akrab dengan mudah. Di bawah bimbingan Sri Ramanuja, Kureshan segera memulai pembelajaran mendalamnya atas pustaka suci Veda yang purba dan lebih mengkhususkan diri lagi dalam mempelajari Mimamsha-sutra. Hubungan persaudaraan yang kuat terbangun antara guru dan murid ini dalam bertahun-tahun kebersamaan mereka di Kanchi.

Pada usia paruh bayanya, Ramanuja kemudian menerima kehidupan pelepasan ikatan, Sannyasa, dan dipanggil oleh masyarakat Srivaishnava yang berada di Sri Rangam agar bisa membangun mereka menjadi satu kekuatan terpadu untuk melawan tekanan pemerintah daerah saat itu yang cenderung pada Saivisme. Demikianlah kemudian Sri Ramanuja dengan menuruti perintah para tetuanya di Srirangam seperti Mahapurna dan juga Kanchipurna yang berada di Kanchi, akhirnya memutuskan untuk pindah ke Srirangam. Beliau meninggalkan Kanchi demi kebaikan dan tidak pernah lagi kembali ke sana, kecuali untuk sekedar kunjungan singkat saja.

Kepindahan ini membuat seakan berakhirnya hubungan akrab antara Sri Ramanuja dengan Kureshan. Melihat bahwa gurunya kini telah berangkat ke Srirangam, Kureshan pun akhirnya meninggalkan kota Kanchi dan kembali ke dusunnya di Kura untuk hidup sebagaimana sebelumnya. Namun ternyata Tuhan Varadarajan dan Pendamping Rohani-Nya, Perundevi Thayyar, memiliki rencana lain untuknya.

Bersama kepergian gurunya, Sri Ramanuja, ke Srirangam, maka Kureshan dan Andalamma kembali ke kehidupan lamanya yang nyaman tanpa kejadian-kejadian berarti di Kura. Suatu sore, setelah menyelesaikan kebiasaan sehari-hari mereka memberikan derma makanan kepada orang-orang miskin, maka merekapun pergi beristirahat. Mereka menutup daun pintu perunggu yang besar di gerbang rumah.

Suara dentangan pintu perunggu yang besar ini begitu keras menembus keheningan malam sampai terdengar jauh di Kanchi. Tuhan Varadaraja dan Perundevi Thayyar juga merasa sedikit kaget mendengarnya. Thayyar bertanya kepada Tuhan Varadaraja dari mana asal suara berdentang itu. Tuhan lalu berbalik kepada Sri Kanchipurna, pendeta-Nya dan juga merupakan salah satu guru dari Sri Ramanuja. Kanchipurna menjawab, “Tuhan, itu adalah suara dari pintu gerbang Kureshan kita yang baru saja ditutup setelah seharian memberikan sedekah pada orang-orang.” Tuhan dan Perundevi-piratti sangat senang mengetahui kedermawanan dan kebaikan hati Kureshan. Mereka lalu memerintahkan agar Kureshan segera dibawa ke hadirat-Nya.

Seketika itu pula Kanchipurna segera berangkat menjemput Kureshan di rumahnya. Begitu sampai di Kura, dan mengetahui segalanya dari Kanchipurna, Kureshan merasa sangat menyesal, “Benarkah?! Suara dentangan pintuku sampai mengganggu istirahat Tuhan di Kanchi. Sungguh hamba adalah orang licik yang memamerkan kedermawanannya ke seluruh dunia! Betapa berdosanya diri hamba ini.”

Kejadian tersebut tampaknya mengguncang dan membangunkannya dari keadaan rohaninya yang tengah terlelap. Dia pun menyadari pilihan hidup yang terpampang di depan matanya namun tanpa disadari telah dihindarinya semenjak kepergian Sri Ramanuja. Dia dapat terus tinggal dan menjalani hidup penuh kedermawanan yang tidak terlalu bermakna atau dapat ikut bersama Sang Guru Ramanuja ke Srirangam dan melayani misi kehidupannya. Kureshan pun lalu segera membuat keputusan!

Kureshan mempersilakan Guru Kanchipurna kembali ke Kanchi. Dia kemudian menyuruh istrinya, Andalamma, untuk segera meninggalkan segala harta benda dan kekayaan mereka, lalu menyusul pindah ke Srirangam demi menempatkan diri mereka selamanya dalam pelayanan kepada Sang Acharya. Inilah titik balik terpenting dalam hidup Kureshan. Malam itu juga, suami istri berjalan keluar meninggalkan rumahnya yang nyaman, meninggalkan segalanya, hanya menyisakan pakaian yang melekat di badan mereka saja. Berdua mereka menembus kegelapan malam, berjalan kaki menuju Srirangam.

Sepanjang jalan, Kureshan dan Andalamma harus melalui hutan lebat. Andalamma tampak cemas akan ada perampok yang menghadang mereka saat malam begini dan mengancam hidup mereka dan dia tidak mampu menyembunyikan ketakutannya itu dari suaminya. Kureshan yang memperhatikan kekhawatiran istrinya lalu bertanya, “Andal, melihat engkau begitu cemas seperti ini sepertinya ada yang engkau sembunyikan dariku. Aku sudah menyuruhmu untuk meninggalkan segala harta benda kita semuanya di Kura, sungguhkah engkau benar-benar tak menyisakannya sedikitpun?” Akhirnya Andalamma mengaku, “Swamin, saya telah meninggalkan semuanya kecuali cangkir emas yang kecil ini. Saya menyembunyikannya di balik sari-ku. Saya pikir saya akan membutuhkannya selama perjalanan untuk wadah minuman jikalau sewaktu-waktu engkau merasa haus dan lelah.” Kureshan melihat cangkir emas yang dikeluarkan istrinya dari balik sari dan berkata dengan lembut, “Andal, saat aku ingin engkau meninggalkan semuanya, itu berarti segala-galanya termasuk benda ini juga!” Kureshan lalu mengambil cangkir itu dari tangan Andalamma dan melemparkannya ke semak-semak hutan yang gelap. “Itulah dia! Sudah kubuang penyebab semua rasa takut dan cemasmu itu!”

Kedatangan Kureshan dan Andalamma di Srirangam disambut dengan penuh kegembiraan oleh Sri Ramanujacharya. Beliau menerimanya seperti mereka adalah darah dagingnya sendiri. Mereka pun diberi tempat tinggal di ruangannya dan Acharya sendiri lalu segera memberi mereka peran dalam kehidupan masyarakat di Srirangam.

Kureshan memulai bab baru dalam kehidupannya di Srirangam sebagai salah satu murid terdekat Sri Ramanuja. Dia mendampingi Sri Ramanuja dalam segala urusannya demi penataan kuil Sri Ranganatha dan masyarakat Srivaishnava. Dia adalah tangan kanan Sri Ramanuja dalam pembelajaran sastra suci, perdebatan, dan penelaahan kitab-kitab suci. Dia selalu ada di belakang Sang Acharya dan selalu siap sedia. Dia mengurusi bahkan kebutuhan Gurunya yang paling remeh. Kureshan adalah mata dan telinganya, diri kedua dari Sang Acharya. Di mana ada Sri Ramanuja, di sana pasti ada Kureshan. Kureshan bagaikan bayangan Sang Acharya yang sungguh setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar