Sabtu, 01 Januari 2011

Hanumanta Mahima SRI MADHVA (6)

Ketika Tretayuga, demi melayani Sri Raghupati, Putra Vayu menjadi Sri Hanumanta. Karena rasa penasaran kekanak-kanakannya, beliau melompat ke arah matahari. Siapakah yang dapat menandinginya di ketiga dunia ini?

Selanjutnya akan dijelaskan Hanumanta-tattva, kebenaran sejati mengenai Avatara Sri Vayu sebagai Hanumanta. Srimadacharya berkata, "nishevanayorugunasya sa devatana prathamo gunadhiko babhuva namna hanuman prabhan janah" (MBTN 3.67). Untuk melayani Tuhan Yang Maha Esa Sri Hari, yang penuh sempurna dengan segala kemuliaan, Sri Vayu, yang paling utama di antara para deva dan memiliki sifat-sifat suci melebihi semuanya, lahir sebagai seorang bangsa kera bernama Hanuman. Begitu pula para deva yang lain, turun ke dunia sebagai kera adalah untuk mendapat kesempatan melayani Tuhan, bukan karena Sri Raghupati Sendiri membutuhkan bantuan. Bukankah pada Avatara Sri Hari sebelumnya, kesempatan ini tidak diberikan kepada mereka?


Ada satu hal yang menarik di sini yaitu penggunaan nama Hanumanta untuk menyatakan Avatara Vayu yang khusus ini, bukan nama beliau yang lain seperti Anjaneya, Maruti, Vayu-putra, dan sebagainya. Lihatlah pada Vayustuti, bukankah Trivikrama Panditacharya berseru pertama kali pada Avatara pertama Sri Vayu ini dengan, vandeham tam hanumaniti... Beliau melakukannya, sebagaimana juga diikuti oleh Srimad Sripadaraja, karena makna dari kata hanu dalam nama Sri Hanumanta. "hanashabdo jnana vachi hanuman matishabditah" (Bhavavrutta). Kata hanu ini berarti jnana atau pengetahuan, sehingga dengan demikian Hanuman berarti orang yang berpengetahuan atau orang yang cerdas. Pernyataan seperti ini telah digunakan oleh Srimadacharya dalam beberapa Bhasyanya. Pada stotra pujian Hanuman yang dimulai dengan manojavam..., Sri Hanumanta dinyatakan sebagai buddhimatam varishtam, yang terbaik atau yang tertinggi di antara semua makhluk yang cerdas.

Ketika masih kecil Sri Hanumanta Prabhu dikisahkan melompat ke arah matahari karena menyangkanya buah matang yang menggiurkan. Bagaimana mungkin Sri Hanuman yang merupakan Vayu Avatara, guru seluruh dunia, melakukan hal kekanak-kanakan yang bodoh seperti ini. Apakah beliau tidak mengetahui matahari sebelumnya?
Kita hendaknya melihat dari dua sisi, karena dikatakan bahwa kapanpun Sri Bhagavan atau penyembah-Nya turun ke dunia, begitu banyak pelajaran dan maksud yang dipenuhi hanya melalui satu tindakan saja.

Sisi pertama adalah dari pandangan tattva. Secara tattva kita bukannya memandang kebodohannya yang kekanak-kanakan, namun tindakan luar biasa apa yang terjadi setelahnya. Menyangka matahari sebagai buah matang hanyalah menjadi pemicu untuk Sri Hanumanta memperlihatkan kekuatannya yang luar biasa, bahkan sebagai seorang anak kecil sekalipun. Walaupun matahari begitu terang dan panas, namun Sri Hanumanta tidak terpengaruh sama sekali olehnya. Ini hanyalah permainan sukacita untuk menambah kemuliaannya, agar para penyembah di ketiga dunia dapat turut bersukacita dengan mengenang tindakan agung hamba Tuhan yang mulia ini. Kita hanyalah memusatkan perhatian kepada kejayaan Sri Vayu saja.

Sisi kedua adalah dari pandangan yang bersifat asurika. Para Asura atau orang-orang jahat ditipu oleh sesuatu yang tampak sebagai kelemahan pada Sri Hanuman. Mereka sibuk tertawa melihat kebodohan beliau sehingga lupa memperhitungkan kekuatan Sri Hanuman yang sebenarnya. Namun begitu para Asura dikalahkan maka kekalahan itu akan tampak berlipat-lipat. Betapa memalukan ditaklukkan oleh orang yang kita remehkan. Begitu pula yang terjadi pada Avatara Vayu lainnya. Contohnya Sri Bhimasena, kebanyakan mengetahuinya hanyalah sebagai orang rakus yang kerjanya hanya makan dan tidak dapat berkata-kata dengan sopan. Bhima sepertinya tidak terlalu terkendali seperti Dharmaraja dan juga tidak melakukan sadhana atau pertapaan yang keras seperti Arjuna. Tetapi dalam suatu kesempatan beliau membuktikan bahwa Tuhan Sri Krishna mungkin bisa menunda atau datang terlambat ketika penyembah lain, bahkan ketika Pandava lain memanggil-Nya. Walau demikian pada saat Bhima memanggil-Nya, bahkan tanpa menyebut nama-Nya sama sekali, Krishna harus segera datang ke tempat itu, seketika itu juga. Tahukah anda bagaimana cara Bhima memanggil Sri Krishna? Dia tidak perlu berdoa seperti Dharmaraja atau Arjuna atau Draupadi. Bhima hanya melemparkan gadanya... ke atas kepalanya sendiri. Tanpa ditunda Tuhan Sri Krishna segera datang untuk menangkap gada itu. Siapakah yang memiliki keyakinan dan keberanian seperti Bhima? Orang-orang yang meremehkan Bhima akan sangat terpukul melihat bagaimana sesungguhnya beliau lebih agung dan mulia dari mereka. Bagaimana Tuhan Sri Krishna mementingkan Bhima melebihi diri mereka sendiri.

Demikian pula dengan Srimadacharya Madhva. Dari segi fisiknya yang besar dan gemuk, beliau tidak tampak sebagai seorang pertapa sannyasi yang baik. Salah satu yang meremehkan kemampuan Srimadacharya adalah seorang Mayavada-yati bernama Pundarika Puri. Pundarika menertawakan Srimadacharya ketika beliau mengajarkan tata bahasa kepada murid-murid pemula di Udupi. Pundarika sebenarnya datang untuk berdebat dengan Srimadacharya. Tetapi kemudian orang-orang mendesaknya untuk memperlihatkan kemampuannya mengucapkan Veda dengan tepat. Penuh kebanggaan dia melantunkan sebuah sukta dari bagian pertama Rigveda andalannya, namun di tengah-tengah dia kehabisan napas, sehingga memenggal kalimat Sanskrit tidak pada tempat yang tepat. Jadilah Pundarika tertawaan para murid pemula yang diajari oleh Srimadacharya dan kalah sebelum bertanding. Padahal sebelumnya Pundarika memperolok Srimadacharya berdasarkan penampilan fisik dan aktivitas eksternal yang tengah dilakukannya.


Berikutnya dalam sloka ini dikatakan bahwa tidak ada satupun di ketiga dunia ini yang setara dengan Hanuman. Ini merupakan salah satu cara menyatakan bahwa beliau tiada lain adalah Jivottama itu sendiri. Ini mengingatkan kita pada pernyataan Hari Vayustuti, mahita mahapauruso bahushali... terlalu banyak keagungan dan kemuliaannya sehingga satu kehidupan terlalu singkat, tidaklah cukup untuk mengisahkan semuanya. Sehingga kita hanya bisa puas dengan mengatakan, sudahlah tidak ada yang seperti dirinya di ketiga dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar