Kamis, 24 Desember 2009

DI BALIK KEAGUNGAN KIDUNG SUCI THIRUPPAVAAI DARI SRI ANDAL

Sri Andal

Dalam Bhagavad-gita Tuhan bersabda, masanam margasirso’ham, “Di antara bulan-bulan, Aku adalah Margashirsha.” Sejak jaman dahulu kala, Margashirsha dianggap sebagai bulan yang diperuntukkan untuk memuja Tuhan dalam tradisi Veda. Di Tamilnadu selama 30 hari penuh, yaitu pada bulan ini yang dalam bahasa setempat juga disebut Margazhi (baca: Margali), dipenuhi berbagai perayaan di semua kuil-kuil, baik Saiva maupun Vaishnava. Di kuil yang memuja Siva lagu-lagu suci dari Tiruvembavaai Manikvachakar dinyanyikan setiap hari. Sedangkan di kuil-kuil Vishnu, lagu-lagu dari Thiruppavaai Sri Andal juga dikidungkan tanpa henti. Dihanyutkan oleh cintanya yang bergelora kepada Tuhan, Andal merenungkan dirinya sebagai salah satu dari para kekasih rohani Krishna, yaitu para gopi (gadis gembala sapi) di Gokula. Dalam perenungannya ini, lahirlah syair-syair cinta abadinya kepada Tuhan Sri Krishna, yang dilihatnya berada dalam Diri Ranganatha. Karya agung inilah yang dikenal sebagai Thiruppavaai, yang mengisahkan upaya para gopi demi mendapatkan Krishna, apa saja vrata (nazar) yang mereka lakukan, bagaimana bangun tidur pagi-pagi sekali, menggugah para gopi dari lelapnya tidur mereka, mengumpulkan mereka, berangkat bersama ke kediaman Nandaraja (Ayah Krishna dalam Vraja-lila), membangunkan Tuhan Junjungan mereka dan menikmati pertemuan dengan Dia. Andal, di akhir hidupnya di dunia memasuki Ruang Mahasuci Kuil Srirangam sebagai seorang mempelai Tuhan lengkap dengan busana pernikahannya, memeluk Tuhan Ranganathanya yang tercinta dan menghilang dalam cahaya kemuliaan. Sedangkan Lagu Abadinya ini, sepanjang jaman dikumandangkan dari setiap hati dan setiap rumah, bergema ke mana-mana pada pagi hari. Selain itu kidung ini juga dilantunkan dari atas menara-menara Kuil Srirangam selama bulan suci Margali, ketika para peziarah dari segala penjuru memenuhi kota, demi mengikuti perayaan akbar Vaikuntha Ekadasi.

Hamba yang rendah ini berkesempatan menyentuh kemuliaan Thiruppavaai berkat kemurahan hati Sri Narasimha-seva-rasika Srimad Allakkhiya Singhar Thiruvadi Sri Oppiliappan Kovil Varadacharya Satakopa Svami. Dengan sebelumnya bersujud kepada kaki padma Srimad V. Satakopa Svamiji, hamba berusaha menyajikan kembali paparan beliau yang luar biasa dalam bahasa Indonesia. Semoga para Acharya dan pelindung hamba menjaga dari kesalahan pemahaman dan penyajian akibat tumpulnya kecerdasan hamba.

Thiruppavaai merupakan sebuah Adhyatmika Prabandham, yaitu Prabandha yang secara khusus berhubungan dengan pengetahuan rahasia mengenai hubungan Sang Pribadi Tertinggi dengan Jiva. Thiruppavaai terwujud di dunia ini untuk merayakan hubungan antara keduanya, yang kekal dan tak terputuskan (Sesha-seshi bhavam). Dengan demikian Thiruppavaai sesungguhnya dipahami bukan sekedar sebagai kisah mengenai Vrata (Nonbhu) atau semata suatu nazar suci yang dilakukan oleh para gadis gembala di Gokula demi memperoleh Tuhan sebagai suaminya. Di balik kisah ini, dia merupakan pengungkapan ajaran-ajaran Veda dan juga Upabrahmanam seperti Itihasa dan Sattvika Puranam. Oleh karena itu, ada sejumlah besar rujukan pada topik-topik Vedanta dengan bentuk yang sangat wajar dan alamiah dalam Thiruppavaai dari Andal ini. Pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan ajaran Vedanta dan Adhyatmika-sastra secara batiniah atau tersirat dikenal sebagai Svapadesam.

Svapadesam ini berhubungan erat dengan Anyapadesam yaitu makna harfiah atau lahiriahnya. Anyapadesam juga merupakan suatu cara untuk menyatakan sesuatu yang berkaitan dengan makna atau maksud lain yang berada dalam batin. Sebagai suatu contoh, dalam pertemuan ada orang yang berkata, “Matahari mulai terbenam”. Maka di antara hadirin bisa saja ada berbagai pikiran berbeda yang timbul. Para Vaidika akan berpikir sekarang waktunya Sayankala Sandhya-vandanam. Orang yang kebetulan lewat mungkin berpikir, “Wah sudah sore, sekarang waktunya cepat-cepat pulang sebelum kemalaman”. Lalu bila kebetulan ada pencuri, “Sebentar lagi gelap, aku mau maling di mana ya malam ini?” Sehingga kata “Matahari mulai terbenam” dimengertikan berbeda-beda atau menimbulkan pemikiran berbeda-beda bagi setiap orang yang mendengarnya. Makna yang bermacam-macam ini disebut Vaijnartham atau Dhvanyartham.

Orang yang mengatakan “Matahari mulai terbenam” tengah membuat Anyapadesam. Orang yang membuat Anyapadesam itu bagaimana pun juga memiliki sesuatu yang tengah dipikirkannya saat berkata demikian. Inilah yang disebut Svapadesam, makna batiniah yang tersirat. Svapadesam itu lebih seperti Svadhyayam, perenungan mendalam dan pendarasan Veda-veda, bila sehubungan dengan Thiruppavaai yang kita bicarakan ini. Svapadesam merupakan Sva-upadesam, makna ajaran yang terkandung di dalam kata-kata itu sendiri. Svapadesam ini bukanlah Svapa-desam (tempat untuk ketiduran saat mendengarkan Upanyasam/pelajaran). Svapadesam berarti makna Vedanta yang tersirat dibalik Anyapadesam (makna harfiah).

Para Purvacharya kita telah memberikan Svapadesam bagi setiap kata maupun kalimat Thiruppavaai dalam berbagai ulasannya. Karena sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui Svapadesam disamping arti harfiahnya atau pada-artham-nya. Svapadesam dengan demikian merupakan Visesa-artham, pengertian yang lebih penting untuk diketahui. Thiruppavaai oleh karenanya dihormati sebagai benih semua Veda. Tiada hal yang dibahas oleh Thiruppavaai selain Sesha-seshi-bhava-rupa sambandham, hubungan yang kekal antara Tuhan sebagai Sang Pemilik dan Jiva sebagai milik-Nya yang berharga.

Keagungan Thiruppavaai dimuliakan dengan tiga pujian (thaniyaan dalam bahasa Tamil atau pranama-mantra/pranama-sloka) yang digubah oleh Sri Parasara Bhatta (dalam Sanskrit) dan dua lainnya dalam bahasa Tamil oleh Sri Uyyakondar (Sriman Pundarikaksha, murid langsung dari Sri Nathamuni yang menerima keseluruhan Divya Prabandham berkat karunia Sri Nammalvar). Thaniyaan gubahan Sri Parasara Bhatta adalah:

nilatunga sthanagiritadi suptam udbhodhya krishnam
pararthyam svam sruti-sata-siras-siddham adhyapayanti
svocchistayam sraji nigalitam ya balatkrutya bhunkte
godha tasyai nama idamidam bhuya yevastu bhuyah
Ijinkanlah hamba bersujud berkali-kali kepada Godadevi (Sri Andal) yang telah membangunkan Sri Krishna yang tengah berbaring di dada indah Niladevi yang bagaikan pegunungan. Sri Godadevi telah mempersembahkan dirinya kepada Sri Krishna, sebagaimana ajaran kebenaran yang telah ditegakkan oleh ratusan kitab mahkota Veda (Vedanta dan Upanisad). Godadevi menikmati-Nya setelah mengikat-Nya dengan bunga-bunga yang sebelumnya sudah dikenakan oleh sang devi sendiri.

Sriman U.Ve. M.A. Venkatakrishnan Svami menjelaskan dengan rinci bagaimana turunnya doa thaniyaan ini di kota suci Thirukottiyur (Goshtipuri, tempat tinggal salah satu guru Sri Ramanuja yang mengajarinya rahasia Tiga Mantra Agung). Sloka ini muncul melalui Sri Parasara Bhatta (Acharya penerus berikutnya setelah Sri Ramanuja) setelah dimohonkan oleh salah satu sishyanya yang pergi dari Srirangam dan mengasingkan diri di tempat itu. Dalam Upanyasanya Sri M.A.V. Svami telah menjelaskan pentingnya kata Pararthyam dalam Sloka ini dengan panjang lebar. Kini kita akan mengambil Svapadesartham dari Sloka tersebut sebagaimana disampaikan oleh para Purvacharya secara umum.

Thaniyaan
yang terungkap bagi Sri Parasara Bhatta ini muncul dalam perenungannya yang khusuk pada paasuram “Kutthu Vilakkeriya”, yaitu ketika Purusakara-prapatthi (penyerahan diri kepada Sang Pengantara) oleh Sri Andal kepada Niladevi diungkapkan. Sri Niladevi sebagai perwujudan dari Hladini-sakti sangatlah penting dalam hubungannya dengan Krishna, dan para Alvar telah memuliakan Sambandha (hubungan rohani) ini dalam berbagai bagian Nalayira Divya Prabandham.

Sri Parasara Bhatta mempersembahkan sujud bhaktinya kepada Andal dengan namaskara, “goda tasyai idam idam namah”. Svami Bhatta menyatakan bahwa beliau mempersembahkan segala bentuk penghormatan yang disebutkan dalam sastra kepada Sri Godadevi ditunjukkan oleh kata idam (ini) yang diulang dua kali. Jadi Sri Bhatta menghaturkan Sastanga-pranama, Dandavat-pranama, dan Anjali-pranama. Mengenai berbagai bentuk pranama dan makna serta keagungannya dijelaskan dalam sebuah karya berharga dari Sri Vedanta Desika yang bernama Anjali Vaibhavam. Bahkan ada jenis Pranama dalam Veda yang disebut Sukritha-pranama, yang kekuatannya setara dengan pelaksanaan ratusan Asvamedha Yajna dan menganugerahkan Moksha-siddhi (Prapatthi)! Kami menganjurkan untuk mempelajarinya lebih lanjut dari sastra tersebut. Melalui Thaniyaan ini Sri Parasara Bhatta menyatakan bahwa beliau melaksanakan Pranama ini berkali-kali dengan berbagai bentuknya kepada Sri Godadevi.

Bahkan Sri Parasara Bhatta menggunakan kata “bhuya yevastu bhuyah, Semoga Pranamam ini terus dilaksanakan berkali-kali dan semakin mulia dari hari ke hari”. Bentuk penghormatan seperti ini juga dihaturkan didasari oleh bimbingan Acharya, Smriti , dan Sruti dalam hati Bhatta. “Utthaya utthaya punah punah” dari Sri Ramanujacharya dalam Saranagati-gadyam, “Namo namaste’stu sahasra kritva” dari Arjuna dalam Bhagavad-gita (Smriti), dan “Bhuyistam te nama uktim vidhema” dari Sruti. Jadi Sri Parasara Bhatta tengah menghaturkan sembah kepada Sri Godadevi, yang setara dengan bentuk sembah seperti yang dihaturkan oleh Acharya, Smriti, dan Sruti kepada Tuhan Sendiri. Siapakah Sri Godadevi yang dimuliakan sedemikian rupa itu?

Pernikahan (Thirukalyanam) Sri Andal Rangamannar, Srivilliputhur

Sri Parasara Bhatta dibanjiri oleh keharuan ketika beliau khusuk merenungkan mengenai apa yang telah dilakukan dan diberikan Sri Andal bagi kita semua, anak-anak-Nya, yang terungkap terutama saat Beliau menyanyikan paasuram “Kutthu Vilakkeriya”.

1. Sri Andal membangunkan Tuhan-Nya, Krishna, yang tengah tertidur dengan nyaman di dada Nappinai, Sri Niladevi, energi kebahagiaan-Nya yang tak terbatas. Sri Andal lalu mengingatkan-Nya akan kewajiban yang dijanjikan-Nya dalam ratusan kitab Upanisad, yaitu Diri-Nya sebagai Sarva-seshitvam (tempat bergantung dan yang menyokong kehidupan semuanya) dan juga hubungan Seshi-sesha-sambandha-Nya bersama para Jiva. Dalam teologi Srivaishnava, Tuhan adalah Seshi, Sang Pemilik, dan Jiva adalah sesha, milik-Nya. Hubungan kepemilikan di sini bukanlah seperti hubungan saling memiliki yang bersifat eksploitatif seperti dalam hubungan duniawi. Sekalipun Jiva adalah milik yang dinikmati oleh Krishna, namun mereka adalah milik yang begitu berharga dan sangat disayanginya. Jiva adalah demi kenikmatan Krishna, namun di sisi lain tidak ada yang dapat bertahan tanpa Krishna. Krishna adalah bagaikan air bagi ikan-ikan Jiva. Sri Krishna adalah yang mengajarkan Gita kepada Arjuna, yang mewakili para Jiva, tentang kewajiban sejati mereka. Sri Krishna dikenal sebagai Gitacharya. Di sini Sri Andal bertindak sebagai Acharya yang mengingatkan bahkan Gitacharya Sendiri akan kewajiban-Nya terhadap para Jiva. Beliau berkata, “Tuhan bangunlah dari pangkuan kebahagiaan dan kenikmatan-Mu yang tak terbatas. Datanglah untuk melaksanakan kewajiban-Mu pada para Jiva ini sebagaimana telah Engkau janjikan dalam semua sastra suci. Pandanglah mereka dan berbelas kasihlah. Ini adalah Dharma-Mu!” Sri Andal, menjadi pengantara kita berbicara dengan Sri Krishna, memohon kesediaan-Nya untuk memperhatikan nasib para Jiva yang sesungguhnya tidak dapat hidup terpisah dari Krishna.

2. Sri Andal menggunakan alasan ini untuk mengingatkan Krishna. Bukankah Nama-Nya adalah Krishna (krishir bhuvacakah sabdanasca nivritthi vacakah, Engkaulah Dia yang memberikan kebahagiaan bagi Bhumi). Jadi Sri Andal mengingatkan-Nya bahwa kini Bhumidevi, salah satu Pendamping-Nya, telah berada di sini sebagai Andal. Sri Andal mengingatkan Krishna akan hubungan Mereka dan mempertanyakan ketergila-gilaan-Nya pada Niladevi, padahal sesungguhnya Dia harus bertindak adil pada ketiga Devi (Sri, Bhu, dan Nila) termasuk Diri-Nya.

3. Sri Andal mengingatkan Krishna akan Seshatvamnya kepada Krishna (svam pararthyam adhyapayanti). Andal sebagai Bhu-devi, dengan menggunakan hubungan Mereka sebagai alasan, mengingatkan Krishna bahwa semua Cetana di muka bumi ini adalah Sesha-bhuta, insan-insan yang hidupnya tergantung penuh pada Krishna dan Beliau wajib untuk bangun menerima pelayanan mereka yang didasari cintakasih kepada-Nya (priti-purvaka-kainkaryam) serta memberkati mereka semua sebagai Sarvaseshi. Sri Andal memahami bahwa Sri Krishna sepenuhnya bersukacita dalam pelukan Niladevi semata, namun sebagai Bhu-devi, beliau seakan menuntut hak-Nya sebagai salah satu Pendamping Krishna (hrisca laksmisca patnyau). Namun Beliau melakukan ini adalah demi para Jiva, demi kita, anak-anak-Nya. Dengan hak-hak yang dimiliki-Nya sebagai Acharya yang penuh belas kasih, Sri Andal memerintahkan Tuhan untuk melaksanakan kewajiban-Nya ini. Svami Vedanta Desika menyebut Sang Devi sebagai Saksat-ksamam, Beliau adalah wujud sejati karunia pengampunan. Sri Andal sebagai perwujudan langsung Bhu-devi adalah manifestasi dari pengampunan, yang merekonsiliasi hubungan antara Sri Krishna dengan para Jiva. Beliaulah yang memohon karunia diungkapkannya suatu Laghu-upayam, jalan yang mudah, untuk mempersatukan kembali para Jiva yang membandel dengan Krishna. Ini kita ketahui dari Varaha-purana ketika Bhumidevi berdoa kepada Tuhan dalam Rupa-Nya sebagai Sri Varahadeva. Bhumidevi berkata, “aham sishya ca daasi ca bhakta ca tvayi maadhava, Wahai Madhava, Hambalah murid-Mu, abdi pelayan-Mu, dan kekasih-Mu. Dengarlah permohonan-Ku dan berkatilah Hamba dengan ajaran-ajaran mengenai jalan yang mudah untuk membantu semua Jiva mencapai tujuan sejati yang tertinggi.” Tuhan Varahadeva lalu mengungkapkan dua Sloka yang menyusun Purva-bhaga dan Uttara-bhaga dari Varaha-charama-slokam. Beliau bersabda, “Wahai Devi, seluruh alam semesta ini adalah tubuh-Ku (sariram). Aku tidak dilahirkan, tidak pula mengalami kematian. Ketika para penyembah-Ku dengan keyakinan besar (maha-visvasam) menyerahkan dirinya kepada-Ku, saat pikiran mereka masih dalam ketenangan dan tubuhnya masih sehat, dan apabila saat itu mereka memandang-Ku sebagai akar penyebab segalanya (sarvadhara), yang memberikan petunjuk dalam batin (niyanta), penyokong kehidupan tertinggi (sarvaseshi), satu-satunya yang layak dipuja (asrayaniya), yang meresapi segalanya (sarva-vyapta), dan Seorang yang selalu dekat dengannya (Nitya-sannihita), maka Aku Sendiri yang akan memikirkan mereka pada detik-detik terakhir hidupnya. Ketika mereka sama sekali tidak sadar dan berbaring tak berdaya seperti sebatang kayu, maka Aku Sendiri akan datang kepadanya dan membimbing mereka melalui Arciradi-margam menuju Paramapada-Ku. Aku akan memberkati mereka dengan pelayanan kekal mereka yang penuh kebahagiaan (nitya-kainkaryam).” ( Catatan: Arciradi-margam atau jalan bercahaya gemilang, adalah jalan adi-duniawi yang dilalui oleh para Jiva menuju Vaikuntha. Jiva yang sudah layak memasuki dunia rohani akan melalui jalan ini melewati berbagai alam kehidupan yang tak terbatas. Pada tiap-tiap alam kehidupan, para Penguasa Surgawi dari alam tersebut menyambut dan memujanya. Di akhir perjalanan adalah kaki padma Sriman Narayana. Arciradi-margam dijelaskan dalam Upanisad, Gita, dan banyak sastra suci dari para Acharya seperti Paramapadasopanam, Brhadbhagavatamrita, dll). Jadi dengan memandang pernyataan inilah Sri Andal membangunkan Sri Krishna dari tidur-Nya. Sri Andal adalah Sang Devi yang berdiri di sisi kita untuk memohonkan kesediaan Tuhan datang kepada kita dan menyelamatkan kita semua. Inilah Sruti-sata-sira-siddham para-arthyam, makna tertinggi yang terkandung dalam “Ratusan mahkota di puncak kepala Veda-sruti”. Para-arthya-tattvam ini terkandung dalam makna Pranava OM.

Bagaimanakah cara Sri Andal memohon atas nama kita? Ini juga suatu keajaiban yang menakjubkan dari permainan rohani-Nya. Sri Andal mengikat Krishna dengan untaian Tulasi yang sudah dikenakannya (svocchistayam-sraji-nigalitam). Ucchista berarti sisa bekas pakai. Lalu Andal menikmati-Nya dengan paksa (balatkritya bhunkte). Sebagaimana Sri Niladevi mengikat Krishna dengan kecantikan rohani-Nya (Divya-saundaryai) yaitu Tunga-sthana-giri (Tunga berarti unggul, tidak ada tandingannya. Sthana-giri adalah rangkaian pegunungan. Pegunungan begitu kokoh dan indah bila dipandang. Tinggal di dekatnya menimbulkan kenikmatan tersendiri. Ada banyak orang yang begitu senang dengan alam pegunungan sehingga mereka bila beristirahat atau bersenang-senang pasti tinggal semisal di villanya di pegunungan. Ada juga yang tidak suka suasana pegunungan. Namun dengan penambahan kata Tunga di sini, maka menyiratkan makna bahwa bahkan orang yang tidak suka gunung pun akan terpesona oleh gunung yang satu ini). Sri Niladevi sepenuhnya menaklukkan Krishna dengan pesona-Nya yang demikian itu. Sri Andal mengetahu semua ini, namun demi kita, Beliau harus melakukan sesuatu untuk menarik Krishna. Beliau melakukannya dengan paksa, dengan kekuatan (bala). Sri Andal mengikat-Nya dengan untaian Tulasi yang sudah bekas dikenakan sendiri oleh Andal. Ini menyatakan bahwa bagaimanapun juga Krishna menunjukkan Bhakta-paratantrya-Nya, yaitu bahwa Diri-Nya dikendalikan sepenuhnya oleh cintakasih penyembah-Nya. Sri Andal, adalah seperti seorang istri yang menegur suaminya yang tengah bersenang-senang, lalu mengingatkan-Nya pada kewajiban terhadap anak-anak-Nya. Krishna oleh cinta-Nya tidak berdaya untuk menolak. Andal mengikat dan membawa Krishna pulang ke rumah ayah mertua-Nya di Srivilliputthur dan tinggal di sana untuk memenuhi kewajiban-Nya ini. Dengan seorang istri dan ayah mertua, Krishna di Srivilliputhur akan selalu diawasi agar tidak melupakan tugas-tugas-Nya sehubungan dengan para Jiva.

Sri Rangamannar bersama Sri Andal dan Sri Periyalvar (Vishnucitta), Tuhan bersama "Istri dan mertua-Nya" yang menjaga-Nya agar tetap mengingat kewajiban-Nya kepada para Jiva.

Demikianlah makna penting dari Thiruppavaai, penjelmaan Bhu-devi sebagai Sri Andal, keistimewaan peran tempat suci Srivilliputthur, dan kehadiran Rupa Tuhan sebagai Pasangan Rohani Divya-dampati Sri Sri Andal Rangamannar di tempat suci ini. Dengan karunia para Acharya pembimbing hamba, tempat perlindungan yang tiada taranya, batu karang kokoh andalan yang mempertahankan diri hamba dari deburan ombak pandangan salah, dan secara khusus adalah Sri Narasimha-seva-rasika SrimadAllakkhiya Singhar Thiruvadigal Sri Oppiliappan Kovil Varadacharya Satakopan Svami, yang di bawah kaki padmanya hamba menerima tetesan amrita Bhagavat-anubhava, sekalipun diri hamba jauh dari kepantasan, namun telah mendapat keberuntungan agung membenamkan diri dalam makna Kidung Suci Thiruppavaai dari Sri Andal ini.



Sri Lakshminrisimha Divya Paduka Sevaka Srivan Satakopa Sri Narayana Yathindra Mahadesikan
(H.H. The 45th Pattam Srimad Alakkhiya Singhar)
dan Sri Narasimha-seva-rasika Srimad Alakkhiya Singhar Thiruvadigal
Sri Oppiliappan Varadacharya Satakopa Swami (Varadachari Sadagopan Swami)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar